Senin, 14 Januari 2013

BOLEHKAH MENJAMAK SHOLAT SAAT SIBUK???


Waktu lihat majalah-majalah yang didatangkan sepupuku dari Jakarta, ada satu artikel yang menurutku menarik sangat. Judul artikel itu “Hukum Jamak Sholat karena Kesibukan”. Aku jadi inget kalo aku suka banget jamak sholat dengan alasan kesibukan. Banyak temanku yang bilang itu nggak boleh dan ada yang bilang itu boleh. Pokoknya simpang siur. Jadi, yang mana yang benar???
Berikut kata Prof.Dr.H. Ahmad Zahro, Guru Besar Hukum Islam IAIN Sunan Ampel Surabaya mengenai bolehkah menjamak sholat karena kesibukan yang dimuat dalam artikel tersebut.
Menjamak sholat adalah mengumpulkan dua sholat yang dikerjakan dalam satu waktu tetapi masing-masing tetap dikerjakan secara terpisah (masing-masing tetap dalam jumlah rakaat yang sempurna dengan dua kali salam). Menjamak sholat ini ada dua macam, yaitu jamak taqdim dan jamak ta’khir. Jamak taqdim adalah mengumpulkan dua sholat yang dikerjakan di waktu sholat yang lebih awal (Dhuhur atau Maghrib), sedangkan jamak ta’khir adalah mengumpulkan dua sholat yang dikerjakan di waktu yang akhir (Ashar atau Isya). Sholat yang boleh dijamak (dikumpulkan) hanyalah sholat Dhuhur dengan Ashar, dan sholat Maghrib dengan Isya.
Jumhur fuqaha’ (mayoritas ulama ahli fiqih) membolehkan dilakukannya jamak taqdim berdasarkan pada makna hadits yang diriwayatkan dari Mu’adz bin Jabal bahwa, “Pada waktu perang Tabuk, apabila Rasulullah SAW akan berangkat sesudah masuk waktu Maghrib, maka beliau mengerjakan sholat Isya dijamak dengan Maghrib” (HR Ahmad, Abu Dawud, At Tirmizi, dan Al Hakim).
Sedangkan alasan dibolehkannya jamak ta’khir adalah makna hadits yang diriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa, “Apabila Rasulullah SAW melakukan perjalanan sebelum matahri tergelincir (belum masuk waktu Dhuhur), maka beliau shalat Dhuhur dulu baru berangkat.” (HR Al Bukhari dan Muslim).
SEBAB JAMAK SHOLAT
 Mengenai sebab-sebab dibolehkannya menjamak sholat, para fuqaha’ berbeda pendapat. Fuqaha’ Malikiyah (pengikut Mazhab Maliki) berpendapat bahwa hal-hal yang membolehkan menjamak shalat itu ada enam, yaitu bepergian (jauh atau dekat), hujan, sakit, wukuf di Arafah, berada di Muzdalifah, dan berada dalam keadaan yang sangat gelap. Sedangkan menurut Fuqaha’ Syafi’iyah (pengikut Mazhab Syafi’i), hal- hal yang membolehkan menjamak sholat adalah bepergian jauh (90 km lebih), hujan lebat, sedang melaksanakan ibadah haji di Arafah dan Muzdalifah. Adapun Fuqaha’ Hanabillah (pengikut Mazhab Hanbali), hal-hal yang membolehkan menjamak sholat itu ada tujuh, yaitu bepergian jauh (70 km lebih), sakit, ibu yang menyusui, tidak mampu bersuci (wudhu atau tayammum) setiap waktu sholat, tidak bisa mengetahui waktu sholat, wanita yang istichadlah (mengeluarkan darah terus-menerus), dan/atau ada uzur (halangan), seperti khawatir keselamatan diri atau hartanya, atau pekerja berat yang tidak bisa meninggalkan pekerjaannya. Hal ini didasarkan pada makna hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa “Rasulullah SAW shalat bersama kami di Madinah dengan menjamak sholat Dhuhur dengan Ashar dan sholat Maghrib dengan Isya.” (HR Muslim). Kemudian, ditambahkan lagi dengan, “bukan karena takut dan bukan karena bepergian.”
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas, jika ada yang terpaksa menjamak sholat karena sedang menjalani resepsi pernikahan atau karena kesibukan yang amat memaksa untuk menunda sholat, maka dapat dijelaskan sebagai berikut:
Pada prinsipnya, sholat lima waktu itu sama sekali tidak boleh ditinggalkan, apapun alasannya. Jika karena suatu hal terpaksa tidak mengerjakan sholat pada waktunya,maka jalan terbaik adalah menjamaknya, Dhuhur dengan Ashar dan/atau Maghrib dengan Isya.
Hal-hal yang dianggap dapat menjadi sebab bolehnya seseorang menjamak sholat ternyata antara satu fuqaha’ dengan yang lain berbeda, karena perbedaan persepsi dan interpretasi mereka terhadap dalil. Ini artinya, bisa saja ditambahkan faktor lain sejenis yang memang benar-benar menyebabkan sulitbnya seseorang mengerjakan sholat pada waktunya.
Oleh karena itu, dapat ditegaskan bahwa semua jenis uzur (halangan) yang menyulitkan seseorang melaksanakan sholat pada waktunya, membolehkan dia untuk menjamak sholat, selama halangan tersebut bukan berupa kemaksiatan atau pelanggaran ajaran agama, dan harus tetap disertai hati yang taat pada Allah SWT.
Perlu diketahui, bahwa orang yang diperbolehkan menjamak sholat tidak secara otomatis diperbolehkan pula meng-qashar sholat (yakni melaksanakan sholat yang mestinya empat rakaat menjadi dua rakaat) sebab diperbolehkannya meng-qashar sholat hanyalah kalau sedang bepergian sejauh kira-kira 90 km, atau sedang wuquf di Arafah dan mabit di Muzdalifah. Wallaahu a’lam

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Maaf mau tanya bagaimna hukum.y klo sering di jamak krena pekerjaan krna pkrjaan seorang asisten yg atasan.y sering dinas luar kota

Posting Komentar